(sebuah catatan jurnalistik Islam akhir pekan #1)
Ummat Islam akhir-akhir ini harus berbangga, sebab media-media Islam mulai subur. Artinya, banyak kalangan yang mulai sadar akan kekuatan dakwah melalui dunia internet ini. Sekarang ummat tentunya sedikit mulai lega oleh media yang dikemudian hari tidak hanya didominasi media sekuler, media-media yang tidak mengakomodir kebutuhan ummat mengenai informasi yang seharusnya didapat, media-media yang cenderung membuat ummat Islam dibawa bingung.
Namun semangat kerja dakwah jurnalistik, kadang tidak diikuti oleh kualitas pun media kokam.or.id ini, tentu ada kelemahan sebab pengurusnya adalah manusia biasa. Media-media Islam yang kemudian tumbuh dengan tidak diikuti kualitas tak urung membawa ke liang lahat media itu sendiri, semacam bunuh diri.
Dalam tulisan ini akan sedikit diulas mengenai sebuah media yang bernama nahimunkar.com dalam pemberitaanya mengenai Din Syamsudin. Sebelum menyelesaiakan membaca ulasan ini, perlu disampaikan bahwa arah tujuan tulisan ini bukan semata-mata karena kedudukan Din Syamsudin di Muhammadiyah, namun yang lebih penting adalah catatan bagi seluruh pegiat dakwah media agar media yang kita urus masing-masing membawa pencerahan dan kredibel, mendapat tempat di hati ummat.
Tertanggal 21 Februari 2014, nahimunkar.com memberitakan tentang Din Syamsudin dengan judul "Menyedihkan, Din Ketum MUI" dengan alamat http://www.nahimunkar.com/musibah-din-syamsuddin-kekasih-yahudi-terpilih-untuk-ketua-umum-mui/ diakses pada 1 Maret 2014. Berikut beberapa hal yang menjadi catatan bagi kami, semoga bisa menjadi catatan bagi semua terutama kami agar lebih baik.
Pertama, judul. Nahimungkar.com memberi judul berita tersebur : "Menyedihkan, Din Ketum MUI". Dalam judul tersebut mengandung unsur ketidakterusterangan, hal ini dikarenakan wartawan menyisipkan emosinya dibalik kata-kata halusnya.
Kedua, Lead atau pembuka berita : Din Syamsuddin Resmi menjadi Ketua Umum MUI, padahal dia adalah salah satu dari dua orang yang menandatangani bahwa Syiah itu Islam .. Ya Hayyu Ya Qoyyum .. Lindungi bangsa kami dari fitnah Syiah Ya Allah .. Aamiin Ya Rabb
Nahimunkar.com membuka berita tersebut dengan pembuka berita yang tidak relevan dengan judul. Dalam judul disebutkan bahwa terpilihnya Din Syamsudin menjadi keta umum MUI adalah sebuah hal yang menyedihkan, namun hal menyedihkannya itu tidak didukung dalam lead tersebut. Di paragraf kedua pun wartawan nahimunkar.com belum mendukung judul ditulisnya. Bahkan kata "menyedihkan" hanya muncul sekali diparagraf terakhir.
Ketiga, Narasumber. Berita ini tidak menggunakan narasumber yang jelas.
Keempat, unsur berita. Berita yang baik terbangun atas unsur berita yang lengkap. Kalaupun itu berita yang belum usai atau masih berlangsung karena pemberitaan online bisa diterbitkan saat kejadian berlangsung, maka unsur berita dalam kondisi tertentu boleh tidak lengkap namun dijelaskan dalam berita yang lain yang terbit sesudahnya untuk melnegkapi. Pun demikian ketidaklengkapan unsur itu tetap dijelaskan, misal penyebab kejadian belum diketahui, pelaku belum terindentifikasi dan unsur lain sesuai apa adanya. Bukan terus pelakunya kemudian tidak ditulis.
Unsur yang tidak ada dalam berita itu yang paling nampak adalah waktu kejadian. Berita itu tidak memuat kejadian itu terjadi kapan. Ini fatal, sebab berita yang tidak menyantumkan waktu kejadiannya oleh pembaca akan ditanggapi dengan sambil lalu. Pembaca akan menganggap berita ini kurang penting, sebab tanpa waktu kejadian, pembaca bisa berspekulasi macam-macam. Pembaca bisa menganggap peristiwa tersebut sudah lama, sudah tidak relevan dengan kenyataan atau dugaan lain.
Kelima, piramida terbalik. Dalam sejarah kepenulisan berita, tulisan "piramida terbalik" sudah ada sejak lama dan menjadi dasar bagi jurnalisme modern. Tahun 1880-an, kantor berita Associated Press menginstruksikan para penulisanya untuk menyampaikan fakta penting dalam paragraf pertama. Dan sejak saat itu menulis berita berbentuk "piramida terbalik" mejadi model.
Pada pemberitaan Din Syamsudin oleh Nahimunkar.com yang terdiri dari tiga paragraf ini, kalau merunut judul maka hal yang paling penting adalah paragraf terakhir walaupun seperti sudah dijelaskan tadi dan menjadi catatan besar : unsurnya tidak lengkap. Wartawan nahimunkar.com ingin menunjukkan bahwa terpilihnya Din Syamsudin menjadi ketum MUI adalah menyedihkan, namun satu-satunya paragra yang sedikit sekali mengulas kesedihan sau-satunya adalah paragraf terakhir. Tentu saja ini menjadi bentuk piramida yang tidak terbalik. Akibatnya, pembaca bisa saja sudah pergi sejak paragraf pertama karena tidak menemukan informasi terkait judul di paragraf pertama.
Terakhir, kerja dakwah jurnalistik memang tidak mudah dan bukan hal yang main-main. Jurnalis juga manusia biasa yang tak luput dari kekurangan. Namun, standar dalam menulis berita dan hal-hal yang terkait dengan jurnalistik dasar harusnya menjadi pengetahuan bagi jurnalis muslim dan dipraktikkannya.
Semoga catatan kecil ini bisa menjadi pengingat dan koreksi kepada kami untuk bekerja dengan lebih baik lagi, juga kepada pegiat dakwah jurnalistik lain. [kokamedia]
Pustaka :
Ishwara, Luwi. (2011). Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas