Dewasa ini Ummat Muslim khusunya ketika bertepatan dengan
hari-hari besar agama lain, masih banyak ditemukan perdebatan mengenai
bagaimana menyikapi perayaan hari besar agama lain, mulai dari mengucapkan
bahkan sampai kepada turut serta dalam kegiatan perayaan hari besar agama lain.
Ummat masih bingung mengenai apa yang harus menjadi dasar
ikatan antarsesama manusia nasionalisme kah? Agama kah? Kebangsaan kah?
Kemanusiaan kah?
Begitu sebaliknya Ummat juga masih bingung apa yang harus
menjadi landasan untuk tidak loyal pada pihak tertentu. Perbedaan partai kah? Perbedaan
Negara kah? Sebab tak jarang juga kita temui ada kelompok bertikai salaing cela karena
perbedaan organisasi Islam. Tanpa tahu harus bagaimana
Padahal, Din ini : Islam, seperti sedikit disampaikan pada
artikel Ukhuwah Islamiyah, adalah penutup semua risalah samawi, Allah sudah menjadikan
sempurna dan bersih. Sehingga bagaimana seorang muslim ini menjalin kasih
sayang dan kapan berlepas diri terhadap seseorang pastilah sudah tentu ada
aturannya, tanpa perlu kita mencari-cari formula untuk menjadi keharmonisan
hubungan antaramanusia. Dengan aturan yang sudah ada dalam Islam yang sempurna
ini, maka keharmonisan itu akan terjaga. Insha Allah
Adalah Al-Wala’ wal Bara’, manifestasi dari ketulusan cinta
kepada Allah, paranabi dan kaum Mukminin (al wala’) dan Manifestasi dari
kebencian terhadap kebatilan dan kepada pelakunya (al bara’). Dengan maksud
dari prinsip Al-Wala’ wal Bara’ ini maka Muslim akan tepat dalam menjaga
hubungan antarmanusia, kapan dan kepada siapa harus loyal, kapan dan kepada
siapa harus berlepas diri.
Urgensi Al-Wala’ wal Bara’ pada masa sekarang ini ialah
karena bercampurnya antara al-wala’ dan
al-bara’ bahkan antara kebenaran dan kebatilan. Bercampurnya kedua hal yang
bertolak belakan ini menyebabkan keduanya menjadi samar bahkan yang benar
nampak salah yang salah nampak benar, seperti pepatah Ikhtalatha al-habbil bi
an-nabil, bercampurnya dua unsure berbeda sampai tidak bisa dibedakan antara
satu dengan yang lain.
Pada saat yang bersamaan dengan fenomena percampuran antara
dua hal ini, manusia lupa dengan karakteristik kaum Muslimin yang membedakan
mereka dengan orang-orang kafir. Di sisi lain pula, iman yang ada di hati
mereka kian melemah sampai-sampai pada diri mereka muncul indikasi-indikasi yang
dibenci oleh seorang Mukmin. Hal itu membuat mereka dengat pada kaum kafir,
sebaliknya malah kian jauh dari orang-orang mukmin dan tidak ambil peduli.
Parahnya, -tanpa merasa berdosa- mereka merendahkan kedudukan dan kewibawaan
oran-orang Mukmin serta menganiayanya. [bersambung]
Dhesy Anang, Jurnalis. Yogyakarta
dari Buku Al-Wala’ wal Bara’ karya Muhammadi Said Al Qahthani, terbitan Ummul Qura